Minggu, 07 Desember 2008

TUBERCOLUSIS

TBC (TUBERCOLUSIS)


Pendahuluan

Berdasarkan data dari WHO tahun 1993 didapatkan fakta bahwa sepertiga penduduk Bumi telah diserang oleh penyakit TBC. Sekitar 8 juta orang dengan kematian 3 juta orang pertahun. Diperkirakan dalam tahun 2002-2020 akan ada 1 miliar manusia terinfeksi, sekitar 5-10 persen berkembang menjadi penyakit dan 40 persen yang terkena penyakit berakhir dengan kematian.

Kasus TBC di dunia sekitar 40% berada di kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga dibawah Cina dan India. Diperkirakan diantara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang terinfeksi TBC. TBC di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian akibat TBC lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan kedua.

Di Indonesia sendiri berdasarkan data dari RS "Prof Dr Sulianti Saroso" tiap tahun terdapat 583.000 kasus dan 140.000 diantaranya meninggal. Kalau tidak ditangani dengan baik maka dalam tahun berikutnya akan terdapat 5,8 juta orang yang terkena infeksi (dengan asumsi 1 orang dapat menularkan 10 orang)

Dengan data dan fakta seperti diatas sangat wajar bila jaman dahulu orang menyebut sebagai penyakit kutukan dan tidak bisa diobati. Itu karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit ini.

Jika kita ingin memenangkan peperangan dengan TBC, kita harus mengetahui musuh kita. Seperti kata Sun Tzu, ahli perang Cina, dalam bukunya Art of War: "Jika kamu mengenal musuhmu dan dirimu, kamu akan memenangkan ribuan pertempuran. Tapi jika kamu tidak mengenal musuhmu dan dirimu maka kamu membahayakan diri sendiri". Mari kita mengenal musuh dan diri kita.


Pengertian TBC (Tubercolusis)

Tubercolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tubercolusis. Kuman ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang bagian lain dari tubuh seperti ginjal, tulang, dan otak. Jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.

TBC menyebar melalui udara dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Proses penularan terjadi ketika seorang yang memiliki penyakit tubercolusis aktif batuk atau bersin hingga menyebarkan kuman ke udara. Kuman tersebut terhirup oleh orang yang berada didekatnya dan mengakibatkan orang tersebut terinfeksi kuman TBC.
Karena orang yang terdekat dengan penderita adalah keluarganya, maka orang menyangka penyakit TBC adalah penyakit keturunan.

Kuman-kuman TBC akan menetap di dalam tubuh tanpa membuat sakit. Hal tersebut dinamakan infeksi TBC. Sistem kekebalan tubuh kita menjebak kuman-kuman tersebut, sehingga kita tetap sehat.
Dan ketika kekebalan tubuh kita menurun atau tidak dapat melawan, kuman-kuman tersebut menyerang paru-paru atau organ tubuh yang lain. Hal ini dinamakan penyakit TBC.

Perbedaan Infeksi dan Penyakit TBC

Infeksi TBC (TBC Pasif)
Infeksi TBC (TBC Pasif)
1. Tidak ada gejala-gejala
1. Terdapat gejala-gejala seperti:
- Batuk lebih dari 2 minggu
- Nyeri dada
- Batuk darah
- Dahak bercampur darah
- Badan lemah
- Nafsu makan menurun
- Berat badan turun
- Berkeringat pada malam hari
- Demam
2. Tidak menular ke orang lain
2. Menularkan ke orang lain
3. Hasil tes kulit positif
3. Hasil tes kulit positif
4. Hasil foto XRay dada dan tes dahak normal
4. Hasil foto XRay dada dan tes dahak abnormal


Orang yang terkena TBC Pasif tidak serta merta menjadi sakit, tetapi bila sistem kekebalan tubuh menurun karena berbagai macam sebab, ia akan menjadi penderita TBC aktif.

Untuk itu penderita TBC pasif dianjurkan untuk berobat untuk membunuh kuman TBC.

Kuman TBC hanya dapat dibasmi dengan obat-obatan yang disertai makan makanan bergizi serta pola hidup sehat.


Mycobacterium Tubercolusis

Biang keladi penyakit TBC adalah Mycobacterium Tubercolusis. Bakteri/kuman ini ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882.



Bakteri ini berbentuk batang dan tahan terhadap asam sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

Bakteri menyebar lewat udara dari orang ke orang melalui batuk, bersin, teriak atau ciuman. TBC tidak menyebar mlewat obyek seperti pakaian, sofa, mainan, peralatan makan.

Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam. Matinya juga sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan bagi obat-obatan yang ada untuk membunuh seluruh bakteri.

Jika pengobatannya kurang dari 6 bulan atau si penderita menghentikan pengobatan karena merasa sudah sehat walau belum waktu tersebut, maka bakteri tersebut tidak mati dan akan membuat kambuh kembali penyakit TBC serta kebal terhadap obat yang pertama.

Proses Penularan

Penderita TBC menyebarkan kuman TBC melalui batuk atau bersin

Menjadi penderita penyakit TBC
Kuman menetap di dalam tubuh melalui sistem pernafasan menunggu turunnya sistem kekebalan tubuh (infeksi)

Kuman TB yang masuk melalui pernafasan menetap di alveolus. Infeksi dimulai ketika ia berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di Paru mengakibatkan peradangan di dalam paru, yang disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dibuktikan dengan tes kulit dengan hasil positif.

Perkembangan selanjutnya tergantung dari daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persiter atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkolusis. Masa inkubasi diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tes Kulit TBC (Tes Mantoux)

Tes kulit TBC dilakukan untuk mengetahui apakah kita terinfeksi kuman TBC. Dokter atau petugas kesehatan akan menyuntikkan cairan test yang disebut tuberculin dibawah kulit lengan.

Setelah 2-3 hari di tempat suntikan akan timbul benjolan. Benjolan tersebut akan diukur, jika diameter benjolan lebih dari 10 mm maka hasilnya positif. Positif berarti kita terkena infeksi TBC.


Yang beresiko tinggi terkena TBC

1.
2.
3.
4.
5.

6.

Orang-orang yang kontak fisik secara dekat dengan penderita
Orang-orang tua
Anak-anak
Pengguna psikotropika
Orang-orang bertaraf hidup rendah dan memiliki akses rendah terhadap fasilitas kesehatan
Pengidap HIV
Orang-orang yang berada di negara yang terkena epidemi TBC
Orang-orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan tubuhnya



Pengobatan TBC

Kuman Tubercolusis hanya dapat dibasmi dengan obat-obatan.
Obat-obatan yang sering digunakan adalah:
- Isoniazid (INH)
- Rifampicin (RIF)
- Pyrazinamide (PZA)
- Ethambutol (EMB)
- Streptomycin (SM)

Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten dan mempercepat pembasmian kuman, biasanya diberikan obat yang terdiri kombinasi 3-4 macam obat ini.


Perawatan

Perawatan bagi TBC aktif dan TBC pasif walaupun menggunakan obat anti tubercolusis (OAT) yang sama namun periode perawatannya berbeda.
Penderita TBC pasif (infeksi TBC) cukup diberi perawatan dalam waktu 6 bulan yang dikenal dengan perawatan pencegahan. Sedangkan penderita TBC aktif (penyakit TBC) memerlukan waktu 6-9 bulan dan isolasi mungkin diperlukan ketika dianggap menular. Perawatan dalam kedua keadaan itu disertai dengan konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan, mengikuti saran-saran dokter.

Karena pengobatan ini memerlukan waktu yang lama dan obat-obatan yang diminum juga banyak, maka faktor kepatuhan penderita minum obat sangat diperlukan untuk mencegah kegagalan
terapi atau resistensi. Untuk itu dilakukan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse).
Dalam DOTS ada seseorang yang akan mengawasi serta mengingatkan penderita minum OAT yang disebut dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Biasanya PMO ini berasal dari keluarga atau kerabat dekat penderita.
Dengan menggunakan strategi DOTS proses penyembuhan TBC dapat secara cepat dan tepat.

DOTS

DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa mencapai 95%.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:
-



-


-


-

-
Adanya komitment politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC, sehingga dengan adanya peran serta berbagai unsur pemerintah dan masyarakat diharapkan program ini berjalan sukses.

Meningkatkan deteksi dini dan kemampuan diagnosis penyakit TBC di pusat pelayanan kesehatan perifier (Puskesmas)

Pengobatan TBC dengan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat)

Tersedianya OAT yang terjangkau penderita secara konsisten

Pencatatan dan pelaporan penderita TBC

Pencegahan Penyebaran TBC

Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling efektif adalah mengurangi penderita TBC.
Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan imunisasi.

Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan langsung.

Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin) terbuat dari bakteri Mycobacteria Tubercolusis strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia diberikan kepada balita sebelum berumur dua bulan.

BCG tidak dapat mencegah serangan TBC namun memberikan perlindungan kepada anak pada bagian vital lain seperti otak (meningitis tuberkolusis) yang dapat berakibat buruk pada perkembangan otak anak dan bisa menyebabkan kematian.

Pengecekan imunitas yang diberikan dari BCG perlu dilakukan setelah periode waktu tertentu (3 s.d. 5 tahun) sebab kekuatan vaksin dapat menghilang.


Tips untuk penderita penyakit TBC

-
Jangan lupa untuk secara teratur minum obat setiap harinya, sesuai anjuran dokter
-

Selalu menutup mulut dengan tisu jika batuk, bersin atau tertawa. Simpan tisu dalam tempat tertutup dan buang di tempat sampah






-
Beraktifitas seperti biasa, seperti sekolah, bermain, dan bekerja. Selama penderita TBC minum obat dengan benar, maka risiko menularkan akan hilang. Jadi aktifitas sosial dan harian tidak ada yang perlu dibatasi, artinya penderita TBC jangan dikucilkan atau dijauhi.
-

Sirkulasi dalam kamar harus baik, jika perlu tambahkan kipas angin untuk membuang udara di dalam kamar. Usahakan tinggal dalam kamar atau rumah yang memiliki ventilasi cahaya baik. Kuman TBC mudah menyebar dalam ruangan tertutup dan tidak ada sirkulasi udara.

Setelah minum obat selama 1-2 minggu, pada umumnya penderita sudah tidak menularkan kuman TBC.

Program Penanggulangan TBC / KP

Program Penaggulangan TBC


  1. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka kematian yang disebabkan oleh TBC.

Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena di sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil disembuhkan.

WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TBC tiap tahun dan diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TBC baru dan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-orang pada umur produktif dari 15 sampai 54 tahun. Dinegara-negara miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TBC global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia. Dengan munculnya HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan meningkat.

Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. WHO 1999 memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru dengan kematian sekitar 140.000.

Penyakit TBC tidak hanya merupakan persoalan individu tapi sudah merupakan persoalan masyarakat. Kesakitan dan kematian akibat TBC mempunyai konsekuensi yang signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik individu, keluarga, masyarakat, perusahaan dan negara.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan melalui Program TBC Nasional, telah bekerjasama dengan Rumah Sakit (RS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dokter praktek pribadi, organisasi keagamaan dan ingin meningkatkan kerjasama dengan kelompok masyarakat pekerja dan pengusaha. Peningkatan perhatian dari pengusaha terhadap penyakit TBC di sektor dunia usaha sangat diperlukan. Guna mensukseskan aktivitas pengawasan TBC, pengobatan yang teratur sampai terjadi eliminasi TBC di tempat keja.

Setiap tempat kerja mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit TBC pada pekerjanya terutama pada blue collars (karena pendidikan rendah, higiene sanitasi perumahan pekerja, lingkungan sosial pekerja, higiene perusahaan). Pengusaha diharapkan ber partisipasi aktif terhadap penanggulangan TBC di tempat bekerja pada saat seleksi pekerja, higiene sanitasi di perusahaan, gotong royong perbaikan perumahan pekerja bekerjasama dengan puskesmas setempat.

Pengawasan TBC ditempat bekerja memberikan keuntungan yang nyata kepada perusahaan dan masyarakat. Pekerja yang menderita TBC selain akan menularkan ke teman sekerjanya juga akan mengakibatkan menurunnya produktifitas kerja, sehingga akan mengakibatkan hasil kerja menurun dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi perusahaan tempat penderita bekerja. Penemuan penderita baru dan pengobatan dini akan memberikan keuntungan bagi penderita, perusahaan dan program pemberantasan TBC Nasional.

Untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shourtcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pelaksanaan DOTS di klinik perusahaan merupakan peran aktif dan kemitraan yang baik dari pengusaha dan masyarakat pekerja untuk meningkatkan penanggulangan TBC di tempat kerja.

  1. Dasar kebijakan program penanggulangan TBC di tempat kerja

  1. Undang-undang no.23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja
  2. Kebijakan teknis program kesehatan kerja
  3. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April 1994 (Indonesia �WHO joint evaluation on National TB Program)
  4. Lokakarya Nasional Program P2TB pada September 1994
  5. Dokumen Perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994
  6. Rekomendasi "Komite Nasional Penanggulangan Tuberkulosis" 24 Maret 1999

II. VISI & MISI

A. Visi

Tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan di tempat kerja

B. Misi

  • Menetapkan kebijakan, memberikan panduan serta membuat evaluasi secara tepat, benar dan lengkap
  • Menciptakan iklim kemitraan dan transparansi pada upaya penanggulangan penyakit TBC di tempat kerja.
  • Mempermudah akses pelayanan penderita TBC untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar mutu

III. TUJUAN

A. Umum

Menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit TBC pada pekerja untuk mencapai peningkatan kemampuan hidup sehat agar tercapai produktivitas yang optimal.

B. Khusus

  1. Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positip yang ditemukan ditempat kerja.
  2. Tercapainya cakupan penemuan penderita baru secara bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positip.
  3. Tercapainya pelayanan kesehatan yang paripurna, terjangkau, adil & merata mencakup 80%

IV. KERANGKA PENGENDALIAN TBC DI TEMPAT KERJA

Komponen kunci suatu kerangka pengendalian TBC di tempat kerja yang menyertakan mitra adalah sebagai berikut:

  • Adanya kebijakan yang berdasarkan suatu komitmen yang disepakati

Dalam mengembangkan kebijakan secara tertulis melalui interaksi dan koordinasi dengan pengambil keputusan dalam forum tripartite. Dalam menghadapai penanggulangan TBC di tempat kerja dibentuk suatu forum untuk mengembangkan mekanisme, menterjemahkan kebijakan dalam perencanaan nasional, propinsi, kabupaten. Kebijakan tersebut mencakup adanya komitmen dari para pengambil keputusan terhadap program penanggulangan TBC sebagai bagian dari aktivitas kesehatan di tempat kerja. Komitmen tersebut mendorong adanya mobilisasi dan alokasi dana untuk pelaksanaan intervensi yang direncanakan.

  • Adanya suatu strategi komunikasi

Strategi komunikasi ada beberapa kegiatan :

    • Advokasi kepada pengusaha, organisasi pekerja
    • Mengefektifkan pelaksanaan penanggulangan TBC termasuk penanggulangan TBC di tempat kerja
    • Menggerakan peran sektor-sektor terkait & kemitraan
  • Adanya suatu strategi untuk implementasi

Sebagai dasar dari strategi implementasi meliputi :

  • Pelatihan tenaga kesehatan.
  • Penemuan kasus, termasuk identifikasi suspek TBC dan rujukan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
  • Penanganan kasus, membutuhkan dorongan bagi pasien TBC agar taat pada pengobatan yang diberikan. (pengawasan langsung pemberian obat di tempat kerja/PMO).

V. KEBIJAKAN

Kebijakan dalam penanggulangan TBC di tempat kerja mengacu pada kebijakan nasional

A. Kebijakan operasional penanggulangan TBC nasional :

  1. Penanggulangan TBC di Indonesia dilaksanakan dengan desentralisasi sesuai dengan kebijaksanaan Departemen Kesehatan
  2. Penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, BP4 serta Praktek Dokter Swasta, poliklinik umum, poliklinik perusahaan dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu.
  3. Peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan kombinasi obat yang sesuai dengan strategi DOTS.
  4. Target program adalah konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA posistip, dengan pemeriksaan sediaan dahak yang benar (angka kesalahan maksimal 5%).
  5. Pemeriksaan uji silang (cross check) secara rutin oleh balai Laboratorium Kesehatan (BLK) dan laboratorium rujukan yang ditunjuk Untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang bermutu.
  6. Penangulangan TBC Nasional diberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kepada penderita secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.
  7. Pengembangan sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi program untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program
  8. Menggalang kerjasama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah dan swasta.

B. Kebijakan penanggulangan TBC di tempat kerja :

  1. Meningkatkan advokasi sosialisasi Program Pemberantasan TBC di tempat kerja pada seluruh pimpinan perusahaan.
  2. Meningkatkan pengendalian sistem kerja & perilaku hidup sehat pekerja di tempat kerja.
  3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yg profesional di setiap unit pelayanan kesehatan di tempat kerja.
  4. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penangulangan TBC diberikan kepada penderita secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya khususnya untuk pekerja di sektor informal/ industri kecil, sedangkan untuk sektor formal/ industri besar OAT disediakan oleh pengusaha.

VI. STRATEGI

Strategi Penanggulangan TBC di tempat kerja sesuai dengan Strategi Nasional

  1. Paradigma Sehat
    • Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan penderita TB sedini mungkin, serta meningkatkan cakupan
    • Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat
    • Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu
  2. Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO
    • Komitmen politis dari para pengambil keputusan (tripartite), termasuk dukungan dana.
    • Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
    • Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
    • Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
    • Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC
  3. Peningkatan mutu pelayanan
    • Pelatihan seluruh tenaga pelaksana
    • Mengembangkan materi pendidikan kesehatan tentang pengendalian TBC mengunakan media yang cocok untuk tempat kerja
    • Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
    • Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check)
    • Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuk KPP (Kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit). Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana mandiri).
    • Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan
    • Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.
    • Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
    • Pencatatan pelaporan dilaksanakan dengan teratur lengkap dan benar.
    • Pengembangan program dilakukan secara bertahap
    • Advokasi sosialisasi kepada para pimpinan perusahaan , organisasi pekerja mengenai dasar pemikiran dan kebutuhan untuk TBC kontrol yang efektif, mencakup kontribusinya dalam pengendalian TBC di tempat kerja.
    • Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
    • Membuat peta TBC sehingga ada daerah-daerah yang perlu di monitor penanggulangan bagi para pekerja.
    • Memperhatikan komitmen internasional.

    VII. KEGIATAN

    Kegiatan penanggulangan TBC di tempat kesja meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Upaya Promotif

Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melalui

- pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja

    • penyuluhan
    • penyebarluasan informasi
      1. Peningkatan kebugaran jasmani
      2. Peningkatan kepuasan kerja
      3. Peningkatan gizi kerja

Upaya preventif

    Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TBC.

Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.

      1. Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control)
    • Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.
    • Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
    • Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
    • Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan
      1. Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control)
    • Pesyaratan penerimaan tenaga kerja
    • Pencatatan pelaporan
    • Monitoring dan evaluasi

c. Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :

    • Sistem ventilasi yang baik
    • Pengendalian lingkungan keja

d. Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain

    • Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, cara minum obat dll.
    • Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)
    • Peningkatan gizi pekerja
    • Penelitian kesehatan

Pencegahan sekunder

      Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit.

      • Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatan yang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang "Pengawas Obat" atau juru TBC
      • Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja

      • Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
      • Membuat "Peta TBC", sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perlu prioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
        • Pengelolaan logistik

Upaya kuratif dan rehabilitatif

      Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.

      Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standar yang direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease). Pelaksanaan minum obat & kemajuan hasil pengobatan harus dipantau.

      VIII. PENUTUP

        • Agar terlaksananya program penanggulangan TBC ditempat kerja perlu adanya komitmen dari pimpinan perusahaan / tempat kerja dan kerjasama dengan semua pihak terkait untuk melaksanakan Program Penanggulangan TBC didukung dengan ketersediaan dana, sarana dan tenaga yang professional.
        • Keberhasilan pengobatan TBC tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang teratur. Dalam hal ini, PMO di tempat kerja akan sangat membantu kesuksesan Penanggulangan TBC di tempat kerja.

      DAFTAR KEPUSTAKAAN

        1. DEPKES RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta 2002
        2. WHO, TB Control in the Workplace, Report of an Intercountry Consultan, New Delhi 2004
        3. Kebijakan Teknis Program Kesehatan Kerja, Jakarta 2003
        4. Sistem Informasi Manajemen Kesehatan Kerja, Jakarta 2003

Sumber : www.depkes.go.id